Namaku
Roy Sans berumur 18tahun, Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah kampus yang
cukup ternama di Pekanbaru yaitu Universitas Lancang Kuning tepatnya fakultas
pendidikan berjurusan pendidikan bahasa Inggris. Ini kesempatan kedua ku
berkuliah di tempat yang sama karna awalnya bukan angan yang menuntun untuk
masuk ke jurusan yang tak ku inginkan yaitu jurusan teknik, tepatnya teknik
elektro.
Diawal
pendaftaran aku datang seorang diri ke kampus dengan tas berisi
lembaran-lembaran dokumen yang dibutuhkan, mencari informasi tanpa bertanya dan
hanya menguti keramaian manusia. Beberapa kali aku memasuki ruangan yang salah
akibat rasa malu untuk bertanya yang kupelihara, berbagai tanggapan orang dari
setiap ruangan yang salah kumasuki. Dan pada akhirnya aku dapat menyelesaikan
proses pendaftaran hari itu.
Malam
di hari yang sama aku berbaring seraya memikirkan “apakah aku pantas?”. Hanya itu kata yang memenuhi pikiranku, karna
dibalik itu aku melihat mayoritas manusia yang pintar dan berkecukupan untuk
menikmati bangku pendidikan atas di Universitas. Sekali lagi aku berfikir “am I deserve?”, sedangkan orang tua
yang membiayaiku hanyalah sepasang orang tua yang berambisi besar untuk
mengusahakan pendidikan setinggi-tingginya untuk anaknya, dan ambisi tersebut
aku ketahui betul tidak sama besarnya dengan uang yang mereka miliki, aku bisa
merasakan mereka pasti mengalami kesusahan berbalut kesulitan dalam mencarikan
biaya untuk mendaftarkanku untuk bisa duduk di bangku mewah ini. Aku sempat
bertanya “kenapa harus seperti ini?”,
mereka menjawab dengan suara kapas beriring mata yang berkaca “kami ingin kamu merasakan yang tidak kami
rasakan”, disaat yang sama aku berbalik badan dan menuju kamar untuk
melepas rasa haru yang aku tahan saat kata-kata dari orang yang mulia itu
ucapkan. Di malam itu aku tertidur dengan tekad yang kuat untuk membanggakan
mereka.
Mulailah
saat perkuliahan di jurusan teknik elektro, aku tak mengikuti masa orientasi
atau pengenalan mahasiswa karena di saat
itu aku juga berprofesi sebagai karyawan di salah satu koperasi dengan upah
yang tentunya tak membawa ke dalam hidup berkecukupan dan perkuliahan yang di
ambil juga hari yang disesuaikan untuk karyawan. Di kelas itu aku melihat semua
wajah asing, pilihan yang dapat diambil di kondisi seperti itu dengan sifat
orang seperti ku hanyalah diam sampai ada salah satu orang dikelas yang
berbicara padaku menanyakan segala hal yang ingin ia ketahui dari nama, umur,
pekerjaan, dll. Aku juga balik bertanya dengan pertanyaan yang sama dengan apa
yang iya tanyakan, dan pada akhir dari obrolan tersebut yang kudapatkan hanya
pertanyaan yang sama dalam pikiran ku sebelumnya, ialah “apakah aku pantas?”, dikarenakan aku mendapat gambaran bahwa orang
ini berkuliah karena biaya hidup sudah tercukupi dan masih ada biaya berlebih
untuk digunakan berkuliah.
Sebulan
proses kuliah telah berlangsung, aku telah mengenal semua penduduk di kelas ku
dan mendapatkan gambaran kondisi kehidupan mereka, walaupun aku mengenal
mereka, tak satupun yang menjadi temanku, kerena taraf keuangan yang membuat ku
minder untuk masuk ke dunia mereka.
Di bulan-bulan
berikutnya aku mulai merasakan kesulitan dengan mata kuliah yang disajikan
karena tekad di hati ku untuk membanggakan orang tua sudah kalah dengan niat
jurusan yang ku ambil dengan terpaksa, aku merasakan siksaan tiap tugas di tiap
mata kuliah yang tak kuinginkan ini, sehingga diakhir penerimaan nilai aku
tidak mendapatkan hasil yang kuharapkan.
Aku mulai berfikir jika
ini dilanjutkan akan menyulitkan ku dan tentunya orang tua ku, aku dengan berat
hati menyatakan ingin berhenti megikuti kuliah di jurusan teknik elektro kepada
orang tua, tentunya aku tau mereka akan sedih dengan pernyataan pahitku. Namun
penjelasan ku “apabila ini di lanjutkan
maka akan menguras biaya yang besar dengan hasil yang belum bisa dipastikan dan
biaya yang dikeluarkan di rumah ini bukan hanya untuk aku saja, mereka
(adik-adikku) juga butuh biaya”, mereka dapat mengerti dengan kalimat ini
dengan begitu tabahnya. Namun kalimat mengejutkan datang dari mulut ibu yang
bertanya “apakah kamu ingin berkuliah
lagi?”, aku terdiam dengan pikiran penuh sesak penyesalan, betapa besar dan
keras nya ambisi mereka untuk mengkuliahkan ku.
Finally I choose to
started take a collage again and started it with a new page, leave all of the
last major, I take the new one is faculty of teachers training and education
especially on english education, this is what I want from the start, and also
hoping this new page can gives my parents a proud of me.
I followed all of
procedures given, and I learned from the last registration so I can do it
nicely, even in this new page I followed the orientation of students and takes
a regullar class, because I need to leave my job as my parents suggest to make
me focussed just to do my collage, I think its okay to do the suggest ‘cause
the work gives me no more benefit except just tired. I can feel the different
between the last majoring, I got several friends of it. I think its a god
start.
After all, the study
process begin. In this new class I already know the condition of each others.
So I got some friends that have the same condition with me, i don’t need to
felt shamed anymore to play with them. I got one very nice guy named Rio, he is
the only one man that very close, we always together. But, as the time pass by,
he showed the real characteristic of him, he was very arrogant, has bad
attitude. The problem come on one day he made a joke that wasn’t so funny even
its made so mad, I told to him “its so
loathe kids”, then he told “how dare
you are?”, one of the classmate named Rifan saw us on problem and made us
let it go. I leaved it but i still remember it. By the way its no benefit
having friend like him, I can do everything well without him. And finally its
made me no friends again.
One month already
passed, I decided to found the new friends ‘cause I felt the difference of my
spirit to do everything between having friends and no friends, I can breath
freely if I have friends, and found Rifan uncommunicative person, honestly I
don’t like this characteristic of person but I have no choice, I need a
friends. And tried to talk with him, firstly he never gives a response of what
I told, but as the time pass by his strted gives a comment of what I told to
him, even right know he often gives me some advice that makes me up when I’m so
down . One more, I can breathe freely of having friends
To be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar