Selasa, 24 Oktober 2017

Pohon Tak Satu-satunya Penghasil Oksigen, Teman

            Namaku Roy Sans berumur 18tahun, Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah kampus yang cukup ternama di Pekanbaru yaitu Universitas Lancang Kuning tepatnya fakultas pendidikan berjurusan pendidikan bahasa Inggris. Ini kesempatan kedua ku berkuliah di tempat yang sama karna awalnya bukan angan yang menuntun untuk masuk ke jurusan yang tak ku inginkan yaitu jurusan teknik, tepatnya teknik elektro.
            Diawal pendaftaran aku datang seorang diri ke kampus dengan tas berisi lembaran-lembaran dokumen yang dibutuhkan, mencari informasi tanpa bertanya dan hanya menguti keramaian manusia. Beberapa kali aku memasuki ruangan yang salah akibat rasa malu untuk bertanya yang kupelihara, berbagai tanggapan orang dari setiap ruangan yang salah kumasuki. Dan pada akhirnya aku dapat menyelesaikan proses pendaftaran hari itu.
            Malam di hari yang sama aku berbaring seraya memikirkan “apakah aku pantas?”. Hanya itu kata yang memenuhi pikiranku, karna dibalik itu aku melihat mayoritas manusia yang pintar dan berkecukupan untuk menikmati bangku pendidikan atas di Universitas. Sekali lagi aku berfikir “am I deserve?”, sedangkan orang tua yang membiayaiku hanyalah sepasang orang tua yang berambisi besar untuk mengusahakan pendidikan setinggi-tingginya untuk anaknya, dan ambisi tersebut aku ketahui betul tidak sama besarnya dengan uang yang mereka miliki, aku bisa merasakan mereka pasti mengalami kesusahan berbalut kesulitan dalam mencarikan biaya untuk mendaftarkanku untuk bisa duduk di bangku mewah ini. Aku sempat bertanya “kenapa harus seperti ini?”, mereka menjawab dengan suara kapas beriring mata yang berkaca “kami ingin kamu merasakan yang tidak kami rasakan”, disaat yang sama aku berbalik badan dan menuju kamar untuk melepas rasa haru yang aku tahan saat kata-kata dari orang yang mulia itu ucapkan. Di malam itu aku tertidur dengan tekad yang kuat untuk membanggakan mereka.
            Mulailah saat perkuliahan di jurusan teknik elektro, aku tak mengikuti masa orientasi atau pengenalan  mahasiswa karena di saat itu aku juga berprofesi sebagai karyawan di salah satu koperasi dengan upah yang tentunya tak membawa ke dalam hidup berkecukupan dan perkuliahan yang di ambil juga hari yang disesuaikan untuk karyawan. Di kelas itu aku melihat semua wajah asing, pilihan yang dapat diambil di kondisi seperti itu dengan sifat orang seperti ku hanyalah diam sampai ada salah satu orang dikelas yang berbicara padaku menanyakan segala hal yang ingin ia ketahui dari nama, umur, pekerjaan, dll. Aku juga balik bertanya dengan pertanyaan yang sama dengan apa yang iya tanyakan, dan pada akhir dari obrolan tersebut yang kudapatkan hanya pertanyaan yang sama dalam pikiran ku sebelumnya, ialah “apakah aku pantas?”, dikarenakan aku mendapat gambaran bahwa orang ini berkuliah karena biaya hidup sudah tercukupi dan masih ada biaya berlebih untuk digunakan berkuliah.
            Sebulan proses kuliah telah berlangsung, aku telah mengenal semua penduduk di kelas ku dan mendapatkan gambaran kondisi kehidupan mereka, walaupun aku mengenal mereka, tak satupun yang menjadi temanku, kerena taraf keuangan yang membuat ku minder untuk masuk ke dunia mereka.
           
Di bulan-bulan berikutnya aku mulai merasakan kesulitan dengan mata kuliah yang disajikan karena tekad di hati ku untuk membanggakan orang tua sudah kalah dengan niat jurusan yang ku ambil dengan terpaksa, aku merasakan siksaan tiap tugas di tiap mata kuliah yang tak kuinginkan ini, sehingga diakhir penerimaan nilai aku tidak mendapatkan hasil yang kuharapkan.
Aku mulai berfikir jika ini dilanjutkan akan menyulitkan ku dan tentunya orang tua ku, aku dengan berat hati menyatakan ingin berhenti megikuti kuliah di jurusan teknik elektro kepada orang tua, tentunya aku tau mereka akan sedih dengan pernyataan pahitku. Namun penjelasan ku “apabila ini di lanjutkan maka akan menguras biaya yang besar dengan hasil yang belum bisa dipastikan dan biaya yang dikeluarkan di rumah ini bukan hanya untuk aku saja, mereka (adik-adikku) juga butuh biaya”, mereka dapat mengerti dengan kalimat ini dengan begitu tabahnya. Namun kalimat mengejutkan datang dari mulut ibu yang bertanya “apakah kamu ingin berkuliah lagi?”, aku terdiam dengan pikiran penuh sesak penyesalan, betapa besar dan keras nya ambisi mereka untuk mengkuliahkan ku.
Finally I choose to started take a collage again and started it with a new page, leave all of the last major, I take the new one is faculty of teachers training and education especially on english education, this is what I want from the start, and also hoping this new page can gives my parents a proud of me.
I followed all of procedures given, and I learned from the last registration so I can do it nicely, even in this new page I followed the orientation of students and takes a regullar class, because I need to leave my job as my parents suggest to make me focussed just to do my collage, I think its okay to do the suggest ‘cause the work gives me no more benefit except just tired. I can feel the different between the last majoring, I got several friends of it. I think its a god start.
After all, the study process begin. In this new class I already know the condition of each others. So I got some friends that have the same condition with me, i don’t need to felt shamed anymore to play with them. I got one very nice guy named Rio, he is the only one man that very close, we always together. But, as the time pass by, he showed the real characteristic of him, he was very arrogant, has bad attitude. The problem come on one day he made a joke that wasn’t so funny even its made so mad, I told to him “its so loathe kids”, then he told “how dare you are?”, one of the classmate named Rifan saw us on problem and made us let it go. I leaved it but i still remember it. By the way its no benefit having friend like him, I can do everything well without him. And finally its made me no friends again.
One month already passed, I decided to found the new friends ‘cause I felt the difference of my spirit to do everything between having friends and no friends, I can breath freely if I have friends, and found Rifan uncommunicative person, honestly I don’t like this characteristic of person but I have no choice, I need a friends. And tried to talk with him, firstly he never gives a response of what I told, but as the time pass by his strted gives a comment of what I told to him, even right know he often gives me some advice that makes me up when I’m so down . One more, I can breathe freely of having friends
To be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar