Kamis, 26 Oktober 2017

Speech Contest, The Truth Revealed



            Pagi yang cerah di kampus dengan udara segar yang masih bisa menembus ke paru-paru, aku duduk di deretan kursi depan yang terdiri dari beberapa baris. Pagi ku tak terlalu tenang karena riuhnya suara yang keluar dari pengeras suara. Ya, pagi hari ini diadakan suatu perlombaan tepatnya “Speech Contest”.
            Deretan kursi yang tadinya hanya ku duduki sendiri ternyata telah diisi setengah penuh oleh teman-teman kelas ku, tak kusadari karena menarik dan ironisnya isi materi yang disampaikan oleh para kontestan yang menegaskan materi mereka menggunakan bahasa inggris.
            Suddenly I don’t wanna continue enjoying my morning calmness and even don’t care everything around just focused on the materials from contestant of the competition. I interested about it because they said so many sulution about human right violation, but the violations still be going on around us.
            Every word thats come out from their mouth about the problem solution its only just for compititions without realization. Like one of contestant said “we need to follow a good step with a good people and avoid bad environtment”, its just feels like faking perfection, i think “why we need to avoid the bad environtment? Why we aren’t change that bad word? So we don’t have to avoid every environmet, moreever if we still have bad environtment, of course we’ll never stop many kind of violance, because violances come from that bad environment.”
            I’m listen to each contestant till I felt enough about that faking and the clock shows 9.45 AM, I need to go back to class because I need to follow another subject. In the class I still remember about the competition and their speech. I see each my friends some of them have economics problem, “economic problem is an human right violation?” I wonder.
            After the class I go to the places that I can think about that speech contest, it will disturb my brain all day long. I remember the victims of human right that spreads on the big city.
            I think its enough then, I walk around campus and see Frans says “whats up fella? Why your forehead looks waving?”. “oh hi ma bro,its looks like that?” I try to shows pleasing face. “come on man don’t show faker face to me, i know ya, what are you thinkin’ about?” said Frans while clap my shoulder. “okay my friends, are you rememmber competition this morning” I said. “yeah my bro, and?” Frans said. ”i just thinking about them, they shows like they have every problem to make didappear all of the human right violation, but you know what? There is no action of that, its only just for the competition, its egoist” I said. “okay i got it bro, don’t try to pick up all the problem over the world by yourself in your shoulder, you’re too small and the world too big and cruel, you think like that because you only focused on the bad thing, if you looks deeply, there are so many organisations that still run for human right with the solution we heard from contestant of speech contest this morning, maybe they aren’t yet to solve that problem but you need to slow down, do what you can do for human right , even small action can be help for somebody, that is what you only need to do for now, you got it ma bro?” Frans said with smilling face. I speechless for a moment and think “wow I just realized it, i never think about that, he is absolutely right”. “wow you are the best ma bro, come on I treat you a cup of coffee today” with smiling face I said.
            We always think why everything is going wrong and wanna solve it even though it such a big think like war. All we need to solve it just calm down. Why calm down? Because if we just calm down at least it will not make any problem, but its better for us to start help each other with small help, at least it helps to decrease the big problem.

Selasa, 24 Oktober 2017

Between Education And Milk

Susu yang identik akan kalsium, kemurnian dan semua kebaikannya bahkan tak diragukan juga dapat menawarkan racun. Tak ayal kita sering dapati kata ‘susu’ dalam deretan kata-kata mutiara, ini semua karna kebaikan yang luar biasa dari susu.
Kita menikmati susu saat ini dengan instannya tanpa harus berfikir betapa rumit dan peliknya proses yang telah dilalui yang datang dengan kemasan yang beragam rupa menarik, susu ini kita minum karena kepercayaan akan adanya perpindahan kebaikan susu tersebut pada diri kita. Namun, kenyataannya tidak demikian adanya.

Fino seorang anak tunggal yang terlahir dikeluarga terbilang penuh akan kekurangan, orang tuanya hanya mampu menhidupi keluarga kecil mereka dengan dengan sang ayah yang hanya memiliki profesi penggarap sawah milik saudagar, tiada daya mereka yang sudah renta untuk menduduk kan sang Fino kecil di bangku sekolah.
Di balik kekurangan yang memenuhi hidupnya, namun dia tumbuh dengan kasih sayang dan ajaran kebaikan hidup serta bimbingan agama yang terbaik dari orang tuanya, Fino tumbuh dengan senyuman lebar di wajahnya dengan setiap orang yang ia temui, semua cerminan kebaikan yang terpancar darinya semata – mata hanya ajaran luhur dari orang tua tanpa ada sokongan makanan dan minuman mewah seperti susu yang kaya akan kebaikan.
Suatu waktu Fino ikut membantu ayahnya turun kesawah, di pertengahan hari yang terik, ia dan ayahnya rehat sejenak sambil santap siang yang telah dibekali oleh ibunya di pagi hari. Dikala itu pula, datanglah seorang anak sebaya Fino bernama Rian berpenampilan layaknya orang yang penuh kecukupan terlihat dari warna kulit dan pakaian yang melekat padanya, dengan lagat sombongnya berkata “yah?, kenapa tukang ini tidak bekerja di sawah kita?”. Ya, ialah anak dari saudagar yang memperkerjakan ayah Fino yang dipercayakan atas bagian dari sawah yang ia miliki. Lanjut ayahnya dengan nada datar menjawab pertanyaan anaknya “nak jangan gitu paman ini sedang istirahat dan ini temen kamu namanya Fino”.
Dikala kedua orang tua mereka berbincang tentang pekerjaan, Fino dan Rian bermain bersama, di tengah bermain Rian terpeleset dari pematang sawah sehingga jatuh ke sawah dan mengotori baju Rian, Fino dengan spontannya menyodorkan tangannya dari pematang sawah”sini aku bantuin” dan Rian pun menggapainya. Melihat pakaian Rian yang penuh dengan lumpur, Fino langsung membuka bajunya dan memberikan pakaiannya kepada Rian “Rian kamu pakai baju aku aja, baju kamu kotor”tawar Fino, “Nggak ah aku gak mau bekas kamu” jawab rian sambil menggeleng, “kamu tau kan lumpur itu kotor dan penuh kuman, kamu bisa kena diare, penyakit kulit dan lain-lain lebih baik kamu pakai punya aku aja, masih bersih dari pada kamu pakai baju berlumpur”. Setelah mendengar penjelasan dari Fino, Rian langsung mengambil baju di tangan Fino yang telah dibukanya “sini aku pakai”.
            Few hours later their parents come back and meet their childern, “why you wearing Fino’s cloth?” richman said, “I slipped on the rice filds when played with Fino, my cloth is full of mud, he suggest to wore his cloth because muddy cloth could make me sick because of bacteria inside the mud and then i take him cloth and wore it” Rian said. “how smart and kind  you are? Are you drank milk? What kind of that?” Rich man said. “I’m didn’t drink milk, of course we have no money to bought that lux thing, my father told me to be kind person to everyone, and I’m happy to help others” Fino said with friendly smilling face.
            The rich man just speechless and looks like feels so sad and the parents of Fino smile and feels so proud of his son.


            Milk it’s lux thing by several people, almost every people of course want to get this thing because they hope the good and pure things from milk can be effected by someone who drink it, but some of them can not get it because of their unability. But fortunattely, milk can’t make sure that we can be kind and good person but good education and love from parents is.

Pohon Tak Satu-satunya Penghasil Oksigen, Teman

            Namaku Roy Sans berumur 18tahun, Aku adalah seorang mahasiswa di sebuah kampus yang cukup ternama di Pekanbaru yaitu Universitas Lancang Kuning tepatnya fakultas pendidikan berjurusan pendidikan bahasa Inggris. Ini kesempatan kedua ku berkuliah di tempat yang sama karna awalnya bukan angan yang menuntun untuk masuk ke jurusan yang tak ku inginkan yaitu jurusan teknik, tepatnya teknik elektro.
            Diawal pendaftaran aku datang seorang diri ke kampus dengan tas berisi lembaran-lembaran dokumen yang dibutuhkan, mencari informasi tanpa bertanya dan hanya menguti keramaian manusia. Beberapa kali aku memasuki ruangan yang salah akibat rasa malu untuk bertanya yang kupelihara, berbagai tanggapan orang dari setiap ruangan yang salah kumasuki. Dan pada akhirnya aku dapat menyelesaikan proses pendaftaran hari itu.
            Malam di hari yang sama aku berbaring seraya memikirkan “apakah aku pantas?”. Hanya itu kata yang memenuhi pikiranku, karna dibalik itu aku melihat mayoritas manusia yang pintar dan berkecukupan untuk menikmati bangku pendidikan atas di Universitas. Sekali lagi aku berfikir “am I deserve?”, sedangkan orang tua yang membiayaiku hanyalah sepasang orang tua yang berambisi besar untuk mengusahakan pendidikan setinggi-tingginya untuk anaknya, dan ambisi tersebut aku ketahui betul tidak sama besarnya dengan uang yang mereka miliki, aku bisa merasakan mereka pasti mengalami kesusahan berbalut kesulitan dalam mencarikan biaya untuk mendaftarkanku untuk bisa duduk di bangku mewah ini. Aku sempat bertanya “kenapa harus seperti ini?”, mereka menjawab dengan suara kapas beriring mata yang berkaca “kami ingin kamu merasakan yang tidak kami rasakan”, disaat yang sama aku berbalik badan dan menuju kamar untuk melepas rasa haru yang aku tahan saat kata-kata dari orang yang mulia itu ucapkan. Di malam itu aku tertidur dengan tekad yang kuat untuk membanggakan mereka.
            Mulailah saat perkuliahan di jurusan teknik elektro, aku tak mengikuti masa orientasi atau pengenalan  mahasiswa karena di saat itu aku juga berprofesi sebagai karyawan di salah satu koperasi dengan upah yang tentunya tak membawa ke dalam hidup berkecukupan dan perkuliahan yang di ambil juga hari yang disesuaikan untuk karyawan. Di kelas itu aku melihat semua wajah asing, pilihan yang dapat diambil di kondisi seperti itu dengan sifat orang seperti ku hanyalah diam sampai ada salah satu orang dikelas yang berbicara padaku menanyakan segala hal yang ingin ia ketahui dari nama, umur, pekerjaan, dll. Aku juga balik bertanya dengan pertanyaan yang sama dengan apa yang iya tanyakan, dan pada akhir dari obrolan tersebut yang kudapatkan hanya pertanyaan yang sama dalam pikiran ku sebelumnya, ialah “apakah aku pantas?”, dikarenakan aku mendapat gambaran bahwa orang ini berkuliah karena biaya hidup sudah tercukupi dan masih ada biaya berlebih untuk digunakan berkuliah.
            Sebulan proses kuliah telah berlangsung, aku telah mengenal semua penduduk di kelas ku dan mendapatkan gambaran kondisi kehidupan mereka, walaupun aku mengenal mereka, tak satupun yang menjadi temanku, kerena taraf keuangan yang membuat ku minder untuk masuk ke dunia mereka.
           
Di bulan-bulan berikutnya aku mulai merasakan kesulitan dengan mata kuliah yang disajikan karena tekad di hati ku untuk membanggakan orang tua sudah kalah dengan niat jurusan yang ku ambil dengan terpaksa, aku merasakan siksaan tiap tugas di tiap mata kuliah yang tak kuinginkan ini, sehingga diakhir penerimaan nilai aku tidak mendapatkan hasil yang kuharapkan.
Aku mulai berfikir jika ini dilanjutkan akan menyulitkan ku dan tentunya orang tua ku, aku dengan berat hati menyatakan ingin berhenti megikuti kuliah di jurusan teknik elektro kepada orang tua, tentunya aku tau mereka akan sedih dengan pernyataan pahitku. Namun penjelasan ku “apabila ini di lanjutkan maka akan menguras biaya yang besar dengan hasil yang belum bisa dipastikan dan biaya yang dikeluarkan di rumah ini bukan hanya untuk aku saja, mereka (adik-adikku) juga butuh biaya”, mereka dapat mengerti dengan kalimat ini dengan begitu tabahnya. Namun kalimat mengejutkan datang dari mulut ibu yang bertanya “apakah kamu ingin berkuliah lagi?”, aku terdiam dengan pikiran penuh sesak penyesalan, betapa besar dan keras nya ambisi mereka untuk mengkuliahkan ku.
Finally I choose to started take a collage again and started it with a new page, leave all of the last major, I take the new one is faculty of teachers training and education especially on english education, this is what I want from the start, and also hoping this new page can gives my parents a proud of me.
I followed all of procedures given, and I learned from the last registration so I can do it nicely, even in this new page I followed the orientation of students and takes a regullar class, because I need to leave my job as my parents suggest to make me focussed just to do my collage, I think its okay to do the suggest ‘cause the work gives me no more benefit except just tired. I can feel the different between the last majoring, I got several friends of it. I think its a god start.
After all, the study process begin. In this new class I already know the condition of each others. So I got some friends that have the same condition with me, i don’t need to felt shamed anymore to play with them. I got one very nice guy named Rio, he is the only one man that very close, we always together. But, as the time pass by, he showed the real characteristic of him, he was very arrogant, has bad attitude. The problem come on one day he made a joke that wasn’t so funny even its made so mad, I told to him “its so loathe kids”, then he told “how dare you are?”, one of the classmate named Rifan saw us on problem and made us let it go. I leaved it but i still remember it. By the way its no benefit having friend like him, I can do everything well without him. And finally its made me no friends again.
One month already passed, I decided to found the new friends ‘cause I felt the difference of my spirit to do everything between having friends and no friends, I can breath freely if I have friends, and found Rifan uncommunicative person, honestly I don’t like this characteristic of person but I have no choice, I need a friends. And tried to talk with him, firstly he never gives a response of what I told, but as the time pass by his strted gives a comment of what I told to him, even right know he often gives me some advice that makes me up when I’m so down . One more, I can breathe freely of having friends
To be Continued....